Tingginya harga Software berlisensi sangat tak sebanding dengan daya beli masyarakat menjadi penyebab maraknya pemakaian software illegal di Indonesia. Dan akibat dari besarnya penggunaan software ilegal ini, Indonesia masuk dalam Priority Watch Listyang diajukan oleh International Intelectual Property Alliance (IIPA), sebuah lembaga internasional yang mengatur hak cipta intelektual kepada United State Trade of Representatif (USTR). Hal ini sangat tidak menguntungkan karena Negara yang masuk dalam Watch List akan kehilangan fasilitas Generalized System of Preference (GSP) atau fasilitas khusus untuk Negara berkembang berupa pembebasan tarif dalam pelaksanaan ekspor.
Untuk menghindari keadaan yang tidak menguntungkan bagi bangsa Indonesia tersebut dan untuk menghindari terganggunya pelayanan publik akibat pelanggaran Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika melalui Surat Edaran Nomor : 05/SE/M.KOMINFO/10/2005 menyerukan kepada seluruh Instansi Pemerintah untuk memanfaatkan penggunaan piranti lunak legal. Maka untuk menghemat anggaran, kepada Instansi Pemerintah disarankan untuk segera beralih menggunakan Perangkat Lunak Open Source.
Perangkat lunak open source atau Free Open Source Software (FOSS) ini berlisensi bebas, bebas digunakan, bebas dipelajari, dimodifikasi, digandakan, didistribusikan, tidak ada biaya lisensi dan legal. Karena itu, sejak tahun 2004 Pemerintah telah berupaya mendorong penggunaan perangkat lunak legal ini melalui gerakan Indonesia Go Open Source atau IGOS-I yang ditandatangani oleh lima menteri. Komitmen ini dikuatkan lagi pada tanggal 27 Mei 2008 dengan dilakukannya deklarasi IGOS-II oleh 18 Kementrian dan Lembaga Pemerintah Non Departemen. Diharapkan paling lambat tanggal 31 Desember 2011 seluruh instansi pemerintah sudah menerapkan penggunaan perangkat lunak legal.
Banjarnegara Go to Open Source
Memang tidak mudah memulai sesuatu yang baru, terlebih sesuatu itu sudah demikian akrab, melembaga seperti penggunaan sistem Operasi Windows termasuk di dalamnya software semacam MS-Word, MS-Excell, Power Point dan keluarganya. Namun masihkah kita bergeming jika secara hukum penggunaan software-software tersebut sebenarnya berbayar/berlisensi, sedang hampir setiap komputer kita-termasuk di kalangan Pemerintahan, masih menggunakan softwar - maaf - bajakan. Maka, tidak ada cara yang lebih elegan ketimbang kita beralih ke Open Source dari pada harus menguras anggaran untuk membeli lisensi.
Upaya menindaklanjuti hasil IGOS-1 dan IGOS-2 sebenarnya sudah dilakukan Pemkab Banjarnegara. Sejak tahun 2006, Bagian Telematika dan Pengelolaan Data (Telpengda) cukup gencar mengadakan sosialisasi dan pelatihan dalam rangka merintis penggunaan Open Source di Banjarnegara. Karena diberlakukannya SOTK baru pada akhir tahun 2008, Sub Bagian Pengelolaan Data Telpengda bergabung di Bagian Humas, yang selanjutnya meneruskan cita-cita ini. Dan pada Bulan Mei lalu, bekerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informasi, Bagian Humas mengadakan Sosialisasi Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : SE/01/M.PAN/3/2009 tentang Pemanfaatan Perangkat Lunak Legal dan Open Source Software (OSS) di Sasana Bhakti Praja. Sosialisasi diikuti 125 peserta dari Instansi Pemerintahan baik dari Dinas, Lembaga, Bagian dan Kecamatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara.
Mendukung Good Governance
Berkaitan dengan kampanye penggunaan software legal / open source ini, Wakil Bupati Drs. Soehardjo, MM saat memberikan sambutan dalam pelatihan itu, mengharapkan agar upaya ini serius digalakkan. Ini penting ditekankan mengingat instruksi pelaksanaannya telah jelas dikeluarkan melalui Surat Edaran Menteri dan resiko yang terjadi bila software ilegal ini terus dijadikan tumpuan untuk operasional pekerjaan di lingkungan pemerintahan.
Langkah yang ditempuh antara lain dengan menggunakan Open Source (OS) di semua server yang berada di Humas yang berfungsisebagai Network Operating Centre (NOC) website www.banjarnegarakab.go.id. Empat computer induk itu yang sebelumya menggunakan sistem operasi berbasis Windows itu telah bermigrasi ke Linux Ubuntu dan Unix. Sementara PC Client di Sub Bagian Pengelolaan Data juga telah menggunakan IGOS/Linux Ubuntu, dan sebagian komputer lagi di-klan (dual boot) menggunakan Windows dan Linux. Sementara, komputer di Lab Komputer Humas belum dimigrasi ke IGOS. Hal ini akan dimanfaatkan sebagai media praktikum Pelatihan Migrasi Windows ke IGOS yang akan segera diselenggarakan Bagian Humas. Untuk kemantapan peserta pelatihan nanti, biarlah mereka yang langsung menginstalnya sendiri.
Jadi, kekhawatiran terhadap penggunaan perangkat lunak open source yang merupakan hal baru di lingkungan pemerintahan ini hanyalah masalah waktu saja. Bila telah diterapkan akhirnya semua menjadi terbiasa. Maka, marilah masing-masing instansi pemerintahan sebagai teladan masyarakat agar mengatur agenda pentahapan untuk mencapai target selesai di tahun 2011 untuk mendukung terciptanya sistem komputerisasi pemerintahan yang baik guna mendukung terciptanya Good Governance. (Peny H).