Pada tanggal 16 Juni 1970, Presiden Soekarno meninggal dunia. Disaat sebelum ajalnya tiba, Soekarno yang bertahun-tahun susah payah dan rabah sakit tiada teman pernah menulis sebuah surat wasiat:
“Bila aku mati kelak, aku minta kesediaan HAMKA untuk menjadi imam shalat jenazahku.”
Buya HAMKA membaca surat wasiat itu yang disampaikan oleh utusan Soeharto. Bergegaslah dia datang untuk menjenguk jenazah mendiang presiden yang dahulu pernah mendholiminya. Buya HAMKA menjadi Imam sholat jenazah sebagai saksi terakhir dengan linangan air mata. Para pelayat saling memandang melihat kedatangan Buya HAMKA di kediaman Soekarno, Wisma Yoso. Dia kecup kening sang Proklamator. Dengan doa, dia mohonkan ampun atas dosa-dosa sang mantan penguasa, dosa orang yang memasukkannya ke deruji penjara.
Usai Shalat, selesai berdoa, beberapa pelayat yang bertanya pada sang Buya: ”Apa Buya tidak dendam kepada Soekarno yang telah menahan Buya sekian lama di penjara?”
JAWABAN HAMKA:
"Saya tidak pernah dendam kepada orang yang pernah menyakiti saya. Dendam itu termasuk dosa. Selama dua tahun empat bulan saya ditahan di balik jeruji selama 2 tahun lebih, saya merasa semua itu anugerah dari Allah kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Kitab Tafsir Al Quran 30 Juz. Bila bukan dalam tahanan, tidak mungkin ada waktu saya untuk mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan itu.”
Itulah HAMKA, Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Meskipun tidak tamat SD, HAMKA mampu menjadi seorang pejuang dan pahlawan, ulama', Mufassir, Mujaddid dan Mujtahid. Hidupmu lemah lembut, ikhlas dan sabar tiada dendam yang dengan dibalut kesederhanaan, tetapi garang ketika menghadapi manusia melanggar hak Allah.
Terimakasih Buya HAMKA, aku do'akan semoga engkau mendapati janji-janjiNya di sisiNya. Sungguh tak terhingga terimakasihku karena engkau berikan kesempatan menelaah karyamu yang paling aku cintai membacanya, yaitu TAFSIR AL-AZHAR. (Refrensi)